Jumat, 19 Agustus 2011

Hikmah-Nya yang Agung

0 komentar

"hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang- orang sebelumu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. dan Ia menurunkan air dri langit dan lalu menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kmu mengetahui (QS.Al-baqoroh[2]:21-22)

Kita meyakini bahwa segala apa yang ditetapkan Allah, pasti mengandung hikmah yang agung. Memiliki misi yang penting, meskipun ciptaan-Nya itu berupa nyamuk, atau bahkan yang lebih kecil dari itu. Tidaklah Dia menciptakan segala sesuatu dengan tanpa maksud. Bumi, Langit, Air dan Buah-Buahan Allah SWT berfirman dalam ayat di atas, “ …Dia jadikan bumi terhampar.” Bahwa dengan bumi yang terhampar, Allah mudahkan manusia berkelana di atas permukaannya. Baik dengan berjalan, maupun menunggang kendaraan. Mereka bekerja mengais rezeki di atasnya, mendirikan gubuk-gubuk kediaman, dan mengejar harta buruannya. Di bumi ini manusia menetap dan berkehidupan, beranak pinak, bercocok tanam, beternak, berniaga, bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. Menempuh perjalanan: baik di lembah, perbukitan, darat serta laut, untuk berusaha memenuhi hajatnya dengan mudah. Lalu Allah menyebutkan lagi. “…Dia jadikan langit sebagai atap”. Atap kubah raksasa yang dahsyat, yang luasnya sulit dibayangkan, mengandung bintang-bintang yang tak terhingga jumlahnya. Yang membentuk konfigurasi arah barat, timur, utara dan selatan. Atap yang melindungi penduduk bumi dari mara bahaya berupa gas beracun, batu angkasa yang jatuh, serta dari ganasnya sinar bintang. Atmosfir langitnya sebagai lapisan pelindung dari dinginnya cuaca, untuk pembuatan kalender waktu, pelita cahaya di waktu siang, dan hiburan keindahan di saat malam. Kemudian Allah melanjutkan ”…Dia menurunkan air dari langit”. Satu bentuk ciptaan-Nya yang jernih, suci, tawar, dan berupa titik-titik kecil. Ini semua adalah nikmat yang besar. Karena seandainya Allah berkehendak Dia tentu biarkan hujan itu terasa asin dan jatuh sebagai bongkahan-bongkahan es, atau justru turun tercurah tiada henti. Betapa mengerikan, jika hal itu yang terjadi. Dengannya pula, muncul sumber air bening nan memancur, untuk semua makhluk hidup. Untuk mengangkut kotoran ke laut, menutupi aib manusia, menguras dan menyaring bau, menyejukkan suasana dan banyak manfaat yang lain. Lalu dikatakan-Nya kembali ”…Dia mengeluarkan buah-buahan.” Maka keluarlah biji-bijian yang menjadi bahan makanan manusia dan binatang. Dengan hujan Allah tumbuhkan tanaman pertanian. Selanjutnya menjadi perkebunan hijau yang lebat lalu mengeluarkan bunga yang indah berwarna-warni, buah-buahan yang beraneka ragam bentuk, aroma, rasa, dan gurihnya. Maka nikmat mana lagi yang tidak disyukuri? Demikianlah Allah ciptakan alam ini dan menyusunnya dengan aturan yang teramat rapi. Allah tetapkan hukum serta ketetapan-Nya. Seandainya ketetapan tersebut berbeda-beda, dan ada cacat sedikit saja, niscaya alam semesta ini akan hancur berkeping. Demikian juga dalam hal syariat yang diturunkan. Tidaklah Allah menurunkan Islam ini kecuali di dalamnya pasti penuh dengan berkah dan kebaikan. Dengan kata lain, siapa yang tidak mengikuti syariat Islam, niscaya dia akan berhadapan dengan alam, yang nyata-nyata mereka tunduk pada kekuasaan Allah. Oleh karenanya, pasti akan hancur binasa. Dipenghujung ayat ini, Allah berfirman.” …Janganlah membuat sekutu bagi Allah. Janganlah kamu membuat tandingan, di atas Tuhan yang Haq. Cukuplah Dia sebagai sesembahan dan sandaran hidup. Ikhlaskanlah segala ketaatan semata kepada Pengendali Segenap Alam ini. Jangan berlaku syirik. Sebaliknya, hinakan diri dengan sehina-hinanya, dan menyungkurkan wajah ke tanah untuk sujud beribadah kepada-Nya sebagai wujud rasa syukur atas nikmat-Nya yang tiada tara. Macam-macam Syirik Manusia harus senantiasa waspada terhadap penyakit syirik (menyekutukan Allah). Bahwa syirik adalah dosa yang paling besar. Di samping itu, ia mempunyai berbagai macam cabangnya. Karena itu, tidak ada salahnya diuraikan di sini macam-macam syirik. Semoga dengannya kita dapat selamat. Pertama, syirik dalam doa. Yakni meminta sesuatu kepada makhluk yang makhluk itu tidak mampu secara kodrat. Seperti meminta bantuan pada malaikat, meminta berkah kepada orang mati, meminta kesaktian kepada jin, dan meminta keselamatan kepada benda-benda pusaka Kedua, syirik dalam ketaatan (Syirkut-tho’ah). Yaitu mentaati tokoh tertentu dengan rela menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengahramkan apa yang dihalalkan Allah. Kebanyakan dari kalangan ini adalah mereka yang fanatik buta dan taklid. Ketiga, syirik kecintaan (mahabbah). Jika seseorang sangat mengagungkan dewa-dewa, bersikap memuja roh-roh ‘penguasa tempat tertentu’, misalnya Nyai Roro Kidul, bersikap ta’dzim kepada benda-benda ajimat dan sebagainya, maka jatuhlah ia ke dalam syirik. Juga manakala manusia mencintai hartanya, rumahnya, pekerjaannya melebihi cinta kepada Allah dan Rasulullah, maka ia telah berbuat syirik secara mahabbah. Keempat, Syirik dalam niat (syirku-niyat). Misalnya membaca al-Qur’an namun niatnya agar dikenal sebagai “Qori’” atau ‘alim’ ataupun bersedekah namun dilakukan dengan pamrih, dan agar dikenal sebagai dermawan. Kelima, syirik kecil (ashghor). Biarpun kecil yang namanya merampas hak Allah adalah dosa. Yaitu pamer, riya’, dan bangga kepada dirinya sendiri. Seharusnya semua aktivitas manusia dilakukan hanya mengharap ridha Allah SWT. Manusia boleh bekerja, berkarya, berkeluarga, berbisnis, berekonomi, dan berkreasi apa saja. Namun tujuan pertama dan utama yakni beribadah. Allah berfirman, Katakanlah; “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan alam semesta,” (Al-An’am[6 ]: 162) . Beribadah berarti bertauhid secara rububiyyah, uluhiyyah, asma’ was-sifat. Yakni pengakuan, ketaatan dan ketundukan semata-mata untuk Allah. Khatimah Semoga limpahan karunia-Nya senantiasa tercurahkan untuk hidup kita. Sehingga semakin bertambah usia, grafik rasa syukur kita semakin meningkat. Kedekatan kita kepada Sang Pemilik Kehidupan semakin terasa, dari saat ke saat. Di pasar, di tempat kerja, di rumah, di daratan, di lautan, pada pagi hari, siang, sore, malam dan kapanpun senantiasa bertakwa. Hanya inilah cara manusia mendapatkan kejayaan dan kebahagiaan. Sebagaimana perintah Allah: “….Dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan,” (Ali Imron [3 ]: 130) . Amiin ya mujibas sailin.

Leave a Reply